Minggu, 09 Oktober 2011

Bukan Berarti Kalah

“Dear diary, hari ini Icha lomba lagi, hari ini Icha akan menghadapi tantangan lagi. Diary, terimakasih ya udah mau denger  semua pengalaman lomba Icha, Icha tidak tahu apakah besok Icha akan berdiri di atas panggung itu? hanya Allah yang tahu. Icha hanya bisa berusaha……..” Icha menutup diary kecilnya, diary kuning yang dibelinya bersama Dilla, salah seorang temannya. Icha mempunyai dua diary, yang satu lagi bergambar Mickey Mouse, tempatnya mencurahkan semua keesalannya terhadap teman sekelasnya. 


 Icha meletakkan diary itu di bawah kasurnya dan beranjak dari kamarnya, mandi lalu bersiap untuk pergi ke lokasi perlombaan. Setelah berjam-jam pembukaan, Icha duduk di depan ruang lab komputer, jantungnya berdegup kencang. Perlombaandimulai, Arif, Naufal, dan Ainul. Memasuki lab komputer. Sedangkan Icha, Fadhel, Afif, dan Fathur duduk manis menunggu giliran mereka di gelombang 2 dan 3.
“Afif, coba lihat catatannya………..” Ujar Icha pada Afif yang sedang membaca ulang latihan kemarin, Afif memberikan catatan itu, Icha menghafalnya kembali, dia rasa seperti inilah soal yang akan keluar, tahun kemarin Icha juga sempat mengikuti lomba ini. Dia masih ingat semua kejadian sebelum, saat, dan setelah lomba, walau sudah setahun yang lalu. Setiap peristiwa lomba yang diikutinya, selalu diingatnya. Mungkin itulah pengalaman yang paling berkesan untuknya, yang menjadikan dia semakin semangat mengikuti berbagai macam lomba adalah kekalahan. Icha seorang yang tidak mudah putus asa, dia akan memberikan yang terbaik untuk semua, kalaupun kalah, dia akan mencobanya kembali. Saat Icha sedang asyik membaca ulang kembali latihan kemarin, Hafidz mengagetkannya, sahabat Icha sejak kelas 4.
“Icha, belum mulai ya??”
“Hah? Apa? Oh, belum Fidz, aku gelombang tiga, sekarang masih gelombang pertama……”
“Lama ya? Mana ustadz Pian??”
“Nggak tahu juga tuh, dari tadi aku sms nggak bales, kalo ditelfon baru bisa dihubungin, isyarat pesannya kekecilan kali ya?? Kamu sudah Fidz?? ”
“Ya, betul…… betul…… betul…….”
“Final masuk nggak??”
“Wuuih, tentu masulah, Hafidz gitu lho!”
“Ya, sudah, latihan lagi sana, bareng Izzah atau Dioz……..”
“Bye……..” Hafidz berlalu pergi, dia tersenyum kecil melihat sahabatnya yang super lucu itu. gelombang satu selesai, Ainul keluar dari lab komputer dan mencari Icha, menyampaikan sebuah berita penting, kelihatannya.
“Icha, drawing toolbarnya kok nggak ada??”
“Ya, mana tau aku, aku bukan petugasnya, aku peserta……..”
“Beneran nggak ada Icha…….”
“Yang dipake office dua ribu tiga atau dua ribu tujuh??”
“Dua ribu tiga…..”
“Gimana ya? Kalo office dua ribu tiga aku udah banyak lupa, latihan maren makenya dua ribu tujuh…..”
“Ya sudah, sms ustadz aja…..” Afif mengagetkan Icha dan Ainul.
“Oh, ya……” Seru Fadhel dan Fathur.
“Cepat sms Cha, sebelum gelombang tiga dimulai…….”
Icha berlari ke belakang kantin, kebetulan ada Dioz disana dengan heran ia bertanya pada Icha.
“Icha, ada apa? Kok kayaknya penting banget gitu?”
“Gawat, Yoz, aku sms ustadz dulu…….”
“Ehm, Icha dah berani nih deket ama ustadz lagi, nggak takut diejek lagi??”
Dioz jahil mengganggu Icha, Icha tak memperdulikannya, lama ICha menunggu balasan dari ustadz. Gelombang ke 2, sudah memasuki lab komputer, Dioz masih makan mie di kantin, final lomba scrabble dimulai 2 jam lagi.
“Icha, telfon aja ustadz, gelombang kedua udah masuk…….”
“Telfon? Kamu ada pulsa yoz??”
“Lah, emang kamu nggak ada pulsa??”
“Ada sih, tapi……”
“Ah, banyak omong, telfon aja sekarang…….” Icha mengangguk, menekan tombol dan menelfon ustadz.
“Halo, Assalamu’alaikum?”
“Ustadz, temen yang lain pada nanyain Icha, Icha nanya ke Afif dia juga nggak tahu, Icha kebanyakan udah lupa office dua ribu tiga……”
“SekarangIcha dimana? Lombanya sudah??”
“Di RSBI tadz, belum, Icha gelombang tiga…..”
“Afif gimana? Udah belum??”
“Afif, bareng Icha, ustadz dimana sekarang? Kok nggak ngawas dari pagi??”
“Ustadz kuliah nak, nanti ustadz kesana tapi Cuma sebentar, itu juga kalo dapet izin….”
“Iya tadz, iya…..”
“Ya, sudah, Assalamu’alaikum……”
“Wa’alikumsalam……” Icha setengah berlari kea rah Fadhel, Fathur dan Afif, tersenyum dan memberitahu mereka bahwa ustadz akan datang. Sekarang pukul 12.05, itu artinya sudah saatnya sholat Dzuhur, tapi, adzan belum juga terdengar. Saat mereka seang menunggu adzan Dzuhur dekaligus giliran, saat itulah ustadz datang dengan membawa tas hitam.
“Icha…..” panggil ustadz, Icha menoleh dan setengah berlari kea rah ustadz, Afif, Naufal, Fathur dan Ainul. Semua peserta lomba TIK dari SDIT cepat menggerumuni ustadz, Ima menyikut Icha dan tersenyum sambil melirik ustadz Pian.
“Apa sih??” Icha sedikit kesal dengan ulah teman sekelasnya, bahkan akhir-akhir ini, anak kelas B, ikut-ikutan mengganggunya jika bertanya pada ustadz. Entah apa alasan mereka, yang jelas ulah mereka membuat Icha semakin malas bertanya pada ustadz. Dia hanya berani bertanya pada ustadz secara tidak langsung. Setelah bertanya banyak hal mengenai lomba, mereka duduk kembali di kursi yang telah disediakan. Ustadz menyapa alumni SDIT yang bersekolah disana, sementara Icha dan teman-temannya asyik bercanda, apapun akan jadi bahan tertawaan mereka. Sedikit haus, Icha berjalan ke kantin untuk membeli minum, tanpa sengaja, ia mendengar sedikit percakapan antara ustadz dan salah seorang alumni SDIT.
“Kalo mereka bingung, bantu aja murid ustadz ini ya…..”
“InsyaAllah ustadz, kami juga nggak tugas ngawas lomba TIK…..” mendengar itu, Icha tertawa lucu, sambil meminum teh dingin yang baru saja dibelinya.  Icha menatap taman RSBI yang tertata rapi, ia melihat ke sebuah kandang dekat kolam RSBI, hewan yang disebut ayam. Sudah biasa kulihat, tapi yang ini sangat unik, tuguhnya kecil dan pendek.
“Dek Icha……” suara seseorang  mengagetkan Icha, ia  berusaha mencari asal suara itu, kulihat seorang laki-laki tinggi, berjaket hitam, berkulit putih, hidung mancung dan memakai kacamata. Orang itu tersenyum,  Icha membalas senyumnya dan berusaha mengingat siapa dia.
“Oh, bang Rian…….” Seru Icha mengagetkan Ainul,Icha tertawa melihatnya.
“Ustadz kuliah dulu ya……” ustadz berujar pada mereka
“Iya ustadz…..” balas Ainul dan Fathur berserempak.
“Titi Dj tadz…..” seru Afif dari belakang.
“Hati-hati di jalan tadz…..” Icha menyambung, ustadz tersenyum dan berlalu pergi. Tak lama, sekarang saatnya kelompok Icha mengerjakan tugas lomba, tangan Icha mulai gemetaran, ia gugup. Satu persatu soal dikerjakannya, belum ada peserta yang selesai. Keahliannya mengetik membuat waktu yang dibutuhkan olehnya tak begitu lama.
“Bismillah……” gumamnya.
“Kak, sudah……” ujarnya pasa seorang pengawas yang juga alumni SDIT.
“Tanda tangan disini dan boleh keluar, pengumuman bersok……” pengawas itu memberikan selembar kertas hps dan sebuah pena. Icha menulis namanya dan menanda tanganinya. Icha keluar dari lab komputer, sudah sedikit lega. Sampai di rumah, sudah pukul 05.00 Icha membuka buku TIK dan berusaha mengingat yang ia kerjakan tadi, ia tersenyum dan saat jarum jam menunjukkan pukul 09.00, Icha memasuki kamarnya. Saat hendak menutup matanya, hpnya bordering, sebuah sms masuk.
“Bagaimana lombanya Icha? ” pesan dari ustad Pian, setelah membaca Icha membalasnya.
“Alhamdulillah ustadz, yang belum selesai hanya Naufal dan Ainul, yang lain Alhamdulillah selesai……” Icha mengirim pesan itu lalu memejamkan matanya. Seperti biasa, pagi hari Icha bersiap untuk ke sekolah, sampai di sekolah ia akan duduk manis di kelas sambil bercerita. Iftitah dan pelajaran dimulai. Hari ini hari kamis, itu artinya, hari inipun pulang pukul 04.00. hari ini Icha lebih banyak diam, Icha juga tak banyak bermain. Tapi, saat di perjalanan pulang wajahnya tak lepas dari senyuman.
“Icha, ajak Afif kls 6 ke RSBI skrng…..” seperti itulah sms ustadz Pian yang membuat Icha GR. Dia sudah senang, sangat senang. Ia menduga bahwa ia memenangkan lomba itu, tapi Allah maha tahu segala yang baik untuknya. Begitu sampai di rumah, Icha langsung ke RSBI tanpa mengganti baju, ia hanya meletakkan tas, ia berlari kea rah Rizka tersenyum dan bertanya.
“Apa aku menang??” Rizka hanya menggeleng, wajahnya cemberut.
“Terus??”
“Afif yang menang, awalnya aku juga kaget nggak percaya, padahal Icha pintar yang namanya komputer…..” wajah Icha berubah murung, ia sedih karena ternyata ia gagal. Berusaha menahan air mata yang sejak tadi bertengger di pelupuk matanya, Icha bertanya kembali pada Rizka.
“Kamu?”
“Tidak, ini milik kak Yais….”
“Terus?”
“Aku hanya menemani Izzah……” aku berlari kea rah ayahku, menunggu sebentar dan buru-buru pulang. Di rumah, Ayah dan Ibunya tak henti menghibur dan menyemangati Icha.
“Kemenangan bukan segelanya……..”
Air mata Icha tak bisa terhenti. Di sekolah, ustadz dan ustadzahpun menyemangatinya. Tapi, tidak temannya, mereka terus mengejek Icha.
“Ustadz izin hanya untuk kalian, bersyukur……”
“Iya, aku aja yang lebih penting dari TIK nggak diperhatiin bener…..” entah apa lagi kata-kata tajam yang terlontar dari mulut temannya, membuat Icha sedih dan sakit sekali. Dari semua itu, kata yang paling sering didengarnya dari motivatornya yang luar biasa adalah kata sederhana penuh arti.
“Kita kalah, bukan berarti kalah sepenuhnya, tapi kita kalah untuk menang, menang berani tampil, menang dapat ilmu, dan banyak lagi yang menyebabkan kita menang dari orang lain, Allah tak akan membiarkan hambanya menangis Cha, yang penting kita sudah berusaha…….”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 09 Oktober 2011

Bukan Berarti Kalah

“Dear diary, hari ini Icha lomba lagi, hari ini Icha akan menghadapi tantangan lagi. Diary, terimakasih ya udah mau denger  semua pengalaman lomba Icha, Icha tidak tahu apakah besok Icha akan berdiri di atas panggung itu? hanya Allah yang tahu. Icha hanya bisa berusaha……..” Icha menutup diary kecilnya, diary kuning yang dibelinya bersama Dilla, salah seorang temannya. Icha mempunyai dua diary, yang satu lagi bergambar Mickey Mouse, tempatnya mencurahkan semua keesalannya terhadap teman sekelasnya. 


 Icha meletakkan diary itu di bawah kasurnya dan beranjak dari kamarnya, mandi lalu bersiap untuk pergi ke lokasi perlombaan. Setelah berjam-jam pembukaan, Icha duduk di depan ruang lab komputer, jantungnya berdegup kencang. Perlombaandimulai, Arif, Naufal, dan Ainul. Memasuki lab komputer. Sedangkan Icha, Fadhel, Afif, dan Fathur duduk manis menunggu giliran mereka di gelombang 2 dan 3.
“Afif, coba lihat catatannya………..” Ujar Icha pada Afif yang sedang membaca ulang latihan kemarin, Afif memberikan catatan itu, Icha menghafalnya kembali, dia rasa seperti inilah soal yang akan keluar, tahun kemarin Icha juga sempat mengikuti lomba ini. Dia masih ingat semua kejadian sebelum, saat, dan setelah lomba, walau sudah setahun yang lalu. Setiap peristiwa lomba yang diikutinya, selalu diingatnya. Mungkin itulah pengalaman yang paling berkesan untuknya, yang menjadikan dia semakin semangat mengikuti berbagai macam lomba adalah kekalahan. Icha seorang yang tidak mudah putus asa, dia akan memberikan yang terbaik untuk semua, kalaupun kalah, dia akan mencobanya kembali. Saat Icha sedang asyik membaca ulang kembali latihan kemarin, Hafidz mengagetkannya, sahabat Icha sejak kelas 4.
“Icha, belum mulai ya??”
“Hah? Apa? Oh, belum Fidz, aku gelombang tiga, sekarang masih gelombang pertama……”
“Lama ya? Mana ustadz Pian??”
“Nggak tahu juga tuh, dari tadi aku sms nggak bales, kalo ditelfon baru bisa dihubungin, isyarat pesannya kekecilan kali ya?? Kamu sudah Fidz?? ”
“Ya, betul…… betul…… betul…….”
“Final masuk nggak??”
“Wuuih, tentu masulah, Hafidz gitu lho!”
“Ya, sudah, latihan lagi sana, bareng Izzah atau Dioz……..”
“Bye……..” Hafidz berlalu pergi, dia tersenyum kecil melihat sahabatnya yang super lucu itu. gelombang satu selesai, Ainul keluar dari lab komputer dan mencari Icha, menyampaikan sebuah berita penting, kelihatannya.
“Icha, drawing toolbarnya kok nggak ada??”
“Ya, mana tau aku, aku bukan petugasnya, aku peserta……..”
“Beneran nggak ada Icha…….”
“Yang dipake office dua ribu tiga atau dua ribu tujuh??”
“Dua ribu tiga…..”
“Gimana ya? Kalo office dua ribu tiga aku udah banyak lupa, latihan maren makenya dua ribu tujuh…..”
“Ya sudah, sms ustadz aja…..” Afif mengagetkan Icha dan Ainul.
“Oh, ya……” Seru Fadhel dan Fathur.
“Cepat sms Cha, sebelum gelombang tiga dimulai…….”
Icha berlari ke belakang kantin, kebetulan ada Dioz disana dengan heran ia bertanya pada Icha.
“Icha, ada apa? Kok kayaknya penting banget gitu?”
“Gawat, Yoz, aku sms ustadz dulu…….”
“Ehm, Icha dah berani nih deket ama ustadz lagi, nggak takut diejek lagi??”
Dioz jahil mengganggu Icha, Icha tak memperdulikannya, lama ICha menunggu balasan dari ustadz. Gelombang ke 2, sudah memasuki lab komputer, Dioz masih makan mie di kantin, final lomba scrabble dimulai 2 jam lagi.
“Icha, telfon aja ustadz, gelombang kedua udah masuk…….”
“Telfon? Kamu ada pulsa yoz??”
“Lah, emang kamu nggak ada pulsa??”
“Ada sih, tapi……”
“Ah, banyak omong, telfon aja sekarang…….” Icha mengangguk, menekan tombol dan menelfon ustadz.
“Halo, Assalamu’alaikum?”
“Ustadz, temen yang lain pada nanyain Icha, Icha nanya ke Afif dia juga nggak tahu, Icha kebanyakan udah lupa office dua ribu tiga……”
“SekarangIcha dimana? Lombanya sudah??”
“Di RSBI tadz, belum, Icha gelombang tiga…..”
“Afif gimana? Udah belum??”
“Afif, bareng Icha, ustadz dimana sekarang? Kok nggak ngawas dari pagi??”
“Ustadz kuliah nak, nanti ustadz kesana tapi Cuma sebentar, itu juga kalo dapet izin….”
“Iya tadz, iya…..”
“Ya, sudah, Assalamu’alaikum……”
“Wa’alikumsalam……” Icha setengah berlari kea rah Fadhel, Fathur dan Afif, tersenyum dan memberitahu mereka bahwa ustadz akan datang. Sekarang pukul 12.05, itu artinya sudah saatnya sholat Dzuhur, tapi, adzan belum juga terdengar. Saat mereka seang menunggu adzan Dzuhur dekaligus giliran, saat itulah ustadz datang dengan membawa tas hitam.
“Icha…..” panggil ustadz, Icha menoleh dan setengah berlari kea rah ustadz, Afif, Naufal, Fathur dan Ainul. Semua peserta lomba TIK dari SDIT cepat menggerumuni ustadz, Ima menyikut Icha dan tersenyum sambil melirik ustadz Pian.
“Apa sih??” Icha sedikit kesal dengan ulah teman sekelasnya, bahkan akhir-akhir ini, anak kelas B, ikut-ikutan mengganggunya jika bertanya pada ustadz. Entah apa alasan mereka, yang jelas ulah mereka membuat Icha semakin malas bertanya pada ustadz. Dia hanya berani bertanya pada ustadz secara tidak langsung. Setelah bertanya banyak hal mengenai lomba, mereka duduk kembali di kursi yang telah disediakan. Ustadz menyapa alumni SDIT yang bersekolah disana, sementara Icha dan teman-temannya asyik bercanda, apapun akan jadi bahan tertawaan mereka. Sedikit haus, Icha berjalan ke kantin untuk membeli minum, tanpa sengaja, ia mendengar sedikit percakapan antara ustadz dan salah seorang alumni SDIT.
“Kalo mereka bingung, bantu aja murid ustadz ini ya…..”
“InsyaAllah ustadz, kami juga nggak tugas ngawas lomba TIK…..” mendengar itu, Icha tertawa lucu, sambil meminum teh dingin yang baru saja dibelinya.  Icha menatap taman RSBI yang tertata rapi, ia melihat ke sebuah kandang dekat kolam RSBI, hewan yang disebut ayam. Sudah biasa kulihat, tapi yang ini sangat unik, tuguhnya kecil dan pendek.
“Dek Icha……” suara seseorang  mengagetkan Icha, ia  berusaha mencari asal suara itu, kulihat seorang laki-laki tinggi, berjaket hitam, berkulit putih, hidung mancung dan memakai kacamata. Orang itu tersenyum,  Icha membalas senyumnya dan berusaha mengingat siapa dia.
“Oh, bang Rian…….” Seru Icha mengagetkan Ainul,Icha tertawa melihatnya.
“Ustadz kuliah dulu ya……” ustadz berujar pada mereka
“Iya ustadz…..” balas Ainul dan Fathur berserempak.
“Titi Dj tadz…..” seru Afif dari belakang.
“Hati-hati di jalan tadz…..” Icha menyambung, ustadz tersenyum dan berlalu pergi. Tak lama, sekarang saatnya kelompok Icha mengerjakan tugas lomba, tangan Icha mulai gemetaran, ia gugup. Satu persatu soal dikerjakannya, belum ada peserta yang selesai. Keahliannya mengetik membuat waktu yang dibutuhkan olehnya tak begitu lama.
“Bismillah……” gumamnya.
“Kak, sudah……” ujarnya pasa seorang pengawas yang juga alumni SDIT.
“Tanda tangan disini dan boleh keluar, pengumuman bersok……” pengawas itu memberikan selembar kertas hps dan sebuah pena. Icha menulis namanya dan menanda tanganinya. Icha keluar dari lab komputer, sudah sedikit lega. Sampai di rumah, sudah pukul 05.00 Icha membuka buku TIK dan berusaha mengingat yang ia kerjakan tadi, ia tersenyum dan saat jarum jam menunjukkan pukul 09.00, Icha memasuki kamarnya. Saat hendak menutup matanya, hpnya bordering, sebuah sms masuk.
“Bagaimana lombanya Icha? ” pesan dari ustad Pian, setelah membaca Icha membalasnya.
“Alhamdulillah ustadz, yang belum selesai hanya Naufal dan Ainul, yang lain Alhamdulillah selesai……” Icha mengirim pesan itu lalu memejamkan matanya. Seperti biasa, pagi hari Icha bersiap untuk ke sekolah, sampai di sekolah ia akan duduk manis di kelas sambil bercerita. Iftitah dan pelajaran dimulai. Hari ini hari kamis, itu artinya, hari inipun pulang pukul 04.00. hari ini Icha lebih banyak diam, Icha juga tak banyak bermain. Tapi, saat di perjalanan pulang wajahnya tak lepas dari senyuman.
“Icha, ajak Afif kls 6 ke RSBI skrng…..” seperti itulah sms ustadz Pian yang membuat Icha GR. Dia sudah senang, sangat senang. Ia menduga bahwa ia memenangkan lomba itu, tapi Allah maha tahu segala yang baik untuknya. Begitu sampai di rumah, Icha langsung ke RSBI tanpa mengganti baju, ia hanya meletakkan tas, ia berlari kea rah Rizka tersenyum dan bertanya.
“Apa aku menang??” Rizka hanya menggeleng, wajahnya cemberut.
“Terus??”
“Afif yang menang, awalnya aku juga kaget nggak percaya, padahal Icha pintar yang namanya komputer…..” wajah Icha berubah murung, ia sedih karena ternyata ia gagal. Berusaha menahan air mata yang sejak tadi bertengger di pelupuk matanya, Icha bertanya kembali pada Rizka.
“Kamu?”
“Tidak, ini milik kak Yais….”
“Terus?”
“Aku hanya menemani Izzah……” aku berlari kea rah ayahku, menunggu sebentar dan buru-buru pulang. Di rumah, Ayah dan Ibunya tak henti menghibur dan menyemangati Icha.
“Kemenangan bukan segelanya……..”
Air mata Icha tak bisa terhenti. Di sekolah, ustadz dan ustadzahpun menyemangatinya. Tapi, tidak temannya, mereka terus mengejek Icha.
“Ustadz izin hanya untuk kalian, bersyukur……”
“Iya, aku aja yang lebih penting dari TIK nggak diperhatiin bener…..” entah apa lagi kata-kata tajam yang terlontar dari mulut temannya, membuat Icha sedih dan sakit sekali. Dari semua itu, kata yang paling sering didengarnya dari motivatornya yang luar biasa adalah kata sederhana penuh arti.
“Kita kalah, bukan berarti kalah sepenuhnya, tapi kita kalah untuk menang, menang berani tampil, menang dapat ilmu, dan banyak lagi yang menyebabkan kita menang dari orang lain, Allah tak akan membiarkan hambanya menangis Cha, yang penting kita sudah berusaha…….”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.

[gigya width="100" height="100" src="http://www.widgipedia.com/widgets/orido/Jam-Garuda-Indonesia-4639-8192_134217728.widget?__install_id=1276566823397&__view=expanded" quality="autohigh" loop="false" wmode="transparent" menu="false" allowScriptAccess="sameDomain" ]